Jumat, 30 Agustus 2013

Belajar Mencintai Hidup dalam Setiap Sekat Keterbatasan

Membumikan Hati Membahasakan Cinta



 “Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati
dan ruhani dengan ikatan aqidah.
Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya.
Ukhuwah adalah saudaranya keimanan,
sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran.
Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan;
tidak ada persatuan tanpa cinta kasih;
minimal cinta kasih adalah kelapangan dada
dan maksimalnya adalah itsar 
(mementingkan orang lain dari diri sendiri).”
 (Imam Hasan Al Banna)


Masa – masa tumbuh menjadi seorang dewasa dengan predikat Aktivis Dakwah Kampus (ADK) masih sangat lekat dalam ingatan. Tawa dan tangis membersamai lekat dalam keseharian kita. Kelebihan kita menutup kekurangan saudara kita, dan sebaliknya. Kekurangan kita pun menjadi ladang amal untuk saudara kita yang lain. Demikianlah kecenderungan ukhuwah. Ukhuwah ada, agar kita menjadi lebih baik. Ukhuwah ada,untuk melecutkan potensi kita. Ukhuwah ada, untuk menjadi ladang amal bagi kita tentunya.
Adakah rumah yang lebih nyaman selain daripada iman? Tempat pulang paling nyaman setelah berpeluh lelah mengejar mimpi untuk lulus tepat waktu ataupun setelah berbuntu jalan saat merencanakan kegiatan daurah untuk mad’u. Tempat itu adalah istana kita, istana iman, istana cinta yang biasa kita bahasakan dengan wisma.
Di masa itulah cerita cinta kita dimulai. Sejak perjumpaan di awalnya, di tengah kebingungan menapaki daerah baru dan mencari tempat tinggal baru dengan status baru pula. Ada senyum melegakan dan tawaran keikhlasan untuk membantu dari kakak kelas. Sehingga detak itu pun mulai terasakan. Detak yang menggiring hati kita untuk yakin bahwa mereka adalah orang – orang tulus yang Allah pilihkan untuk kita dan untuk sebuah ikatan yang jauh lebih dekat dari sekedar senior dan junior di kampus.
Petualangan jiwa menjemput hidayah itu pun berlanjut. Saat ta’aruf untuk pertama kali, hati mulai mengenali tentang bagaimana jiwa–jiwa lain selain kita di wisma itu. Ada ketukan pintu yang menggertak mata di sepertiga malam. Ada dzikir ma’tsurat bersama setelah shalat subuh. Ada rangkaian tausiyah yang menyentak hati. Dan pada akhirnya semua rutinitas yang pada awalnya hanya sebagai sebuah rutinititas semata itu pun semakin membuat kita kecanduan. Kecanduan shalat berjama’ah, kecanduan shalat malam, kecanduan dzikir ma’tsurat bersama ba’da subuh, kecanduan tausiyah yang membaikkan diri, dan candu – candu lain yang menentramkan.
Semua di dalam rumah itu tetap berjalan manusiawi, pun tak lepas dari berbagai konflik. Seyogyanya manusia yang sedang bertumbuh dewasa, kadang gesekan – gesekan itu bisa saja terjadi. Wajar bukan? Allah menciptakan kita dengan beragam keunikan, beragam kelebihan, serta beragam kekurangan. Tak jarang pula konflik – konflik itu kemudian membuat kita menangis bersama. Namun selalu ada celah untuk mengambil ibroh dari setiap peristiwa yang terjadi dan kita menjadi tertarbiyah pada proses tafahum yang berlangsung secara terus – menerus.
Selanjutnya, beberapa bahkan mayoritas dari kita mungkin berkenalan dengan aktivitas dakwah kampus juga berawal dari wisma dengan iklim dan hamasah yang menyala – nyala. Setelah awalnya “dijebloskan” kepada amanah – amanah kampus yang mungkin tidak hanya satu, ritme jiwa kita pun perlahan beradaptasi dengan semua kesibukan itu. Jika pada semula kita merasa berat karena memang tidak banyak dari kita yang terbiasa sibuk berorganisasi, perlahan namun pasti kita mulai menikmati aktivitas – aktivitas itu. Aktivitas yang secara kita sadari atau tidak sebetulnya membuat kita tengah berlari menuju Allah swt. Aktivitas yang sebetulnya tengah memupuk kecintaan kita menjadi semakin besar kepada Allah swt.
Tahun demi tahun tertanggalkan, ada pergantian wajah di dalamnya. Ada pergantian hati di dalamnya. Namun, sesering apapun pergantian itu tetap saja jiwa di dalamnya sama. Jiwa – jiwa yang senantiasa berproses untuk menjadi lebih baik dalam mencintai Allah. Juga jiwa – jiwa yang sangat sensitif dengan seruan – seruan untuk bergerak rapi dalam barisan dakwah kampus. Dan nama – nama yang sebelumnya sudah terpatri di hati akan terus terpatri karena robithoh akan menyuburkannya.

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun kerana mengasihi-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah)-Mu, bersatu memikul beban dakwah-Mu, hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk mendaulat dan menyokong syari’at-Mu.
Maka eratkanlah Ya Allah akan ikatannya, kekalkan kemesraan antara hati-hati ini, tunjuklah kepada hati-hati ini akan jalannya (yang sebenar), penuhkanlah (piala) hati-hati ini dengan cahaya Rabbani-Mu yang tidak kunjung malap, lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan keimanan dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidup suburkanlah hati-hati ini dengan ma’rifat (pengetahuan sebenar) tentang-Mu. (Jika Engkau takdirkan kami mati) maka matikanlah hati-hati ini sebagai para syuhada’ dalam perjuangan agama-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. Ya Allah perkenankanlah permintaan ini. Ya Allah restuilah dan sejahterakanlah junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat baginda semuanya.
(Doa Robithoh)


Ikhwati fillah,
Percayalah, bahwa wisma akan menjadi tempat yang dirindukan untuk terus berada di dalamnya. Di antara rangkaian proses yang menjadikan ketidaktahuan menjadi ilmu. Yang tadinya tidak mau lalu menjadi mau. Yang tadinya tidak terbiasa menjadi terbiasa. Semuanya adalah wasilah yang Allah kirimkan kepada kita untuk kembali membumikan hati dan membahasakan cinta dengan apa yang seharusnya kita lakukan untuk cinta.

Masihkah ada yang lebih indah selain mencintai saudara – saudara kita karena Allah? Saat doa – doa kita menjadi bukti atas itu semua, rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan keindahannya. Bukan hanya satu atau dua orang yang tertinggal bahkan terlepas dalam genggaman barisan dakwah. Mungkinkah itu karena sedikitnya porsi doa kita untuk mereka? Atau karena kelalaian kita sebagai saudara dalam pemenuhan hak – haknya sehingga mereka tidak nyaman dan mendapatkan kenyamanan itu di tempat lain?
Bukankah ukhuwah ini adalah nikmatNya yang sangat luar biasa? Mari lihat ke sekitar kita, yang tidak seberuntung kita karena mereka tidak memiliki tangan yang akan menarik mereka saat syaithan hampir berhasil menggoda mereka. Atau mereka yang bahkan belum mengetahui bahwa ada kebahagiaan dan kepuasan hati yang begitu besar saat berhasil mengajak satu orang saja ke dalam aktivitas kebaikan. Semua itu patut untuk disyukuri karena tak semua seberuntung kita untuk dapat merasakan nikmat tersebut, apalagi sampai terlarut di dalamnya.
Mari, kembali perkuat doa – doa kita untuk saudara kita. Doa agar kita tetap disatukan dalam aktivitas kebaikan seperti yang ada sekarang ini. Doa agar kita semua dapat bertahan dalam kelelahan dan semua ujian yang menyapa. Doa agar kemudian kita kembali dipertemukan oleh Allah swt dalam kesempatan yang juga baik. Dan doa – doa lain yang dapat melangitkan cinta kita kepada Allah Swt.
Tak selamanya keadaan yang menetapi kita sekarang akan terus menjadi seperti adanya. Waktu berganti dan kelulusan studi pun akan dijelang. Namun ukhuwah tak akan pernah berganti. Nuansanya akan tetap sama. Desir hangatnya akan tetap seperti dulu. Karena Allah swt yang telah mempertemukan kita dalam kecintaan kepadaNya. Dan di mana pun kita berada selanjutnya, akan ada nikmat – nikmat ukhuwah lain yang akan kita terima tanpa memutus nikmat yang terdahulu. Satu yang penting, jangan lupa untuk membumikan hati dan membahasakan cinta kepada saudara –saudara kita.
Begitulah keindahan demi keindahan itu berjalan. Keindahan hidup bersama cinta hanya karena Allah. Masa – masa yang menjadi waktu perkenalan kita dengan dakwah dan segala hal yang luar biasa tentangnya. Semoga ukhuwah kita akan terus berkepanjangan sampai suatu saat terjelang kemenangan. Karena memang, setelah satu rindu tertunaikan, akan ada rindu lain yang meminta untuk dipenuhi....

 “Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim,
wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi”
(Jika ia tidak bersama mereka, 
ia tak akan bersama selain mereka.
Dan mereka bila tidak bersamanya,
akan bersama selain dia)

Jumat, 16 Agustus 2013

Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia



Hari Kemerdekaan ke-68 Republik Indonesia juga dirayakan mesin pencari Internet terbesar Google dengan memasang doodle berlambang Garuda.
Jika kita membuka google.com maka akan terpampang tulisan Google yang telah dimodifikasi dengan menempatkan gambar garuda sebagai pengganti huruf "o".
Gambar garuda berwarna keemasan itu bertumpu pada gambar pita dengan nuansa biru yang tersambung dengan huruf "e". Adapun huruf-hurufnya didominasi warna merah.
Jika kita klik pada doodle tersebut akan memunculkan hasil pencarian "Hari Kemerdekaan Indonesia" dan menampilkan 2,13 juta link dalam waktu 0,26 detik.
Pada 17 Agustus 1945, Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan RI. Pembacaan bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56 – Jakarta Pusat. 

Selasa, 06 Agustus 2013

Roby & family Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul fitri 1 Syawal 1434 H

Senja Merapat di Bahu Malam
Jingga nan bertuah terbenam
Sayup Takbir menenggelamkan kenangan
Di penghujung Kisah Ramadhan

Perjalanan Ini melelahkan
Lapar, hangus dan Nafsu disetiap tikungan
Kepada angin ku layarkan Do'a
Semoga ini jadi Bunga di Surga

Berikanlah Maafmu
Biar aku jadikan serupa kanvas
Hingga aku dapat melukis bahagia
DISANA sampai Tuntas

"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H
"Mohon Maaf Lahir & Bathin y.:)
" By_Roby Rendra Tribuana"

Jumat, 02 Agustus 2013

Untuk Kakak ku Murniati Lc

Sejak diturunkan, Al-Qur’an senantiasa menjadi rujukan utama umat Islam dalam mengarungi bahtera kehidupan. Di hati mereka, Al-Qur’an adalah cahaya penerang jalan hidup menuju ridla Allah. Kenyataan ini dibuktikan oleh antusiasme umat Islam untuk menghafalnya. Atau, minimal membaca dan merenungi maknanya setiap saat.
Rasulullah saw selalu mengajak para sahabat untuk menghafal Al-Qur’an agar hati mereka tidak kosong dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas beliau bersabda, “Orang yang tidak mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.”
Perhatian yang tinggi terhadap keistimewaan menghafal Al-Qur’an ditunjukkan saat Rasulullah menetapkan laki-laki muda sebagai ketua rombongan karena hafal beberapa surat dan surat Al-Baqarah, kemudian salah seorang yang terhormat di antara mereka berkata, “Demi Allah aku tidak mempelajari dan menghafal surat Al-Baqarah karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya.”
Mendengar komentar itu Rasulullah saw bersabda, “Pelajarilah Al-Qur’an dan bacalah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang mempelajari Al-Qur’an dan membacanya adalah seperti tempat air penuh dengan minyak wangi misik, harumnya menyebar ke mana-mana. Dan barang siapa yang mempelajarinya kemudian ia tidur dan di dalam hatinya terdapat hafalan Al-Qur’an adalah seperti tempat air yang tertutup dan berisi minyak wangi misik.” (HR Tirmidzi)
Subhanallâh. Betapa kaya hati orang para penghafal Al-Qur’an. Betapa mulia mereka. Tubuh dan jiwa mereka senantiasa menebarkan bau surga bagi lingkungan sekitarnya. Pastilah bahwa mereka adalah orang-orang suci yang selalu dipelihara Allah. Pendek kata, penghafal Al-Qur’an senantiasa mendapatkan tempat terhormat di dunia maupun di akhirat kelak.
Hal itu selaras dengan sabda Rasulullah saw, “Penghafal Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Qur’an akan berkata, ‘Wahai Tuhanku pakaikanlah pakaian untuknya,’ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota karomah (kehormatan) Al-Qur’an kembali meminta, ‘Wahai Tuhanku tambahkanlah,’ Lalu orang itu dipakaikan jubah karomah. Kemudian Al-Qur’an memohon lagi, ‘Wahai Tuhanku, ridailah dia,’ Allah swt pun meridlaiya. Dan diperintahkan kepada orang itu, ‘Bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga). Allah swt menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan.” (HR Baihaqi)
Balasan Allah di akhirat bukan hanya bagi penghafal Al-Qur’an, namun juga bagi kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sinarnya itu kepadanya dengan berkah Al-Qur’an.
Dari Buraidah, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an.” (HR Abu Daud)
Kedua orang tua itu mendapatkan kemuliaan karena mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al-Qur’an sejak kecil. Mendidik anak agar mencintai Al-Qur’an berarti upaya mengantarkan mereka meraih gerbang kesuksesan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

tetap semangat y kak Murniati https://www.facebook.com/Putri.bamasri?ref=ts&fref=ts...:)

Kamis, 01 Agustus 2013

Do'a untuk Orang Tua yang Telah Meninggal



Ketika orang tua anda telah meninggal, maka tidak ada lagi yang bisa anda lakukan selain memanjatkan do’a untuk mereka. Dan memang tidak akan ada lagi yang diharapkan oleh orang tua yang telah meninggal keculai untaian kalimat do’a-do’a dari anaknya. Itu berarti mendo’akan orang tua yang telah meninggal merupakan keharusan bagi seorang anak yang selalu ingin berbakti kepada orang tuanya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa berbakti kepada orang tua menempati posisi yang tinggi didalam agama Islam. Hal itu ditunjukkan dengan perintah berbuat baik kepadanya mengikuti perintah beribadah hanya kepada Allah swt saja, seperti disebutkan didalam firman-Nya.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya :
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra : 23)

Berbuat baik kepada orang tua tidak hanya dilakukan ketika dia masih hidup akan tetapi juga setelah dia meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As Sa'idi ia berkata,

"Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari bani Salamah datang kepada beliau.

Laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah masih ada ruang untuk aku berbuat baik kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal?" beliau menjawab: "Ya.

Mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan wasiatnya, menyambung jalinan silaturahim mereka dan memuliakan teman mereka." Meskipun hadits ini lemah namun dalam hal ini bisa diamalkan.

Beberapa perbuatan baik yang bisa dilakukan terhadap orang tua yang telah meninggal dunia, diantaranya :

1. Mendoakan dan memohonkan ampunan baginya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah 'azza wajalla akan mengangkat derajat seorang hamba yang sholeh di surga, hamba itu kemudian berkata; 'Wahai Rabb, dari mana semua ini? ' maka Allah berfirman; 'Dari istighfar anakmu.'"

Diantara bentuk-bentuk doa dan permohonan ampunan tersebut adalah :

ROBBIGH FIRLI WA LIWALIDAYYA
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ

Artinya : 
“Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku.” (QS. Nuh : 28)

ROBBIRHAMHUMA KAMAA ROBBAYANI SHOGHIRO
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya :
“Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al Isra : 24)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari dari Jubair bin Nufair ia mendengarnya berkata, saya mendengar Auf bin Malik berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do'a yang beliau ucapkan:

"ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA 'AAFIHI WA'FU 'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI' MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A'IDZHU MIN 'ADZAABIL QABRI AU MIN 'ADZAABIN NAAR


"(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka)." Hingga saya berangan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.

2. Melaksanakan wasiatnya selama wasiat tersebut tidak memerintahkan kemaksiatan terhadap Allah swt dan tidak bertentangan dengan hukum syariat, sebagaimana firman Allah swt :

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqoroh : 180)

Imam Bukhori meriwayatkan dari Ibnu 'Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mendengar dan taat adalah haq (kewajiban) selama tidak diperintah berbuat maksiat. Apabila diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar dan taat".

3. Menghubungkan tali silaturahim orang tua anda yang telah meninggal serta berbuat baik kepada tema-teman dan kerabatnya.

Imam Muslim meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya kebajikan yang utama ialah apabila seseorang melanjutkan hubungan (silaturrahim) dengan keluarga sahabat baik ayahnya."

Didalam hadits ini terdapat keutamaan menghubungkan silaturahim kawan-kawan ayah yang telah meninggal, berbuat baik dan memuliakan mereka.

4. Bersedekah atas namannya
Kaum muslimin telah bersepakat bahwa sedekah mengatasnamakan orang yang sudah meninggal maka hal itu akan sampai kepadanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dari 'Aisyah bahwa ada seorang laki-laki berkata, kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam:

"Ibuku meninggal dunia dengan mendadak, dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bersedekah. Apakah dia akan memperoleh pahala jika aku bersedekah untuknya (atas namanya)?". Beliau menjawab: "Ya, benar".

Jumat, 26 Juli 2013

Islam dan Muslim

"Islam dan Muslim"

Mungkin kita gak akan pernah lupa sentilan Syeikh Muh. Abduh yang mengatakan, "Islam mahjubun bil Musimin". "Islam" ibarat intan yang kemilau kecemerlangannya, tidak begitu terpancar karena pudar oleh performen orang yang "mengaku Islam". bahkn beliau bilang, Islam beliau temukan di negeri yang di sana tdk terdapat muslim, dan sebaliknya Islam tdk beliau temukan di negeri Muslim. begitulah sesungguhnya bahwa "Islam" dan "Muslim" bukanlah dua hal yang berkesatuan secara lagsung. dua hal tersebut bisa saja tdk utuh. Untuk itu, mari kita tingkatkan introspeksi diri dalam upaya pengutuhan kedua hal tersebut.

Islam adl nilai yang berada di wilayah Tuhan yang vacum otortas manusia. dia tidak bisa disabotase oleh manusia manapun, dan atas alasan apapun. Muslim hanyalah sebuah ungkapan utk setiap mausia yang mencoba menghubungkan dirinya dgn wilayah tersebut, namun tdk akan pernah bisa menjajahnya lalu menuasainya, karena itu adl wilayah Tuhan. Ibarat "Matahari", semua manusia di belahan bumi manapun bisa melihatnya, namun tdk akan pernah berhasil untuk mensabotase kepemilikannya. karena matahari adl milik semua makhluk Tuhan. "Dan kepada Dia lah semua makhluk langit dan bumi ber-islam". Ramadhan karim^_*

By_Abudzar al Giffary

Kamis, 25 Juli 2013

أنا أحبك يا رسول الله

AKHLAK RASULULLAH DALAM KELUARGA


04 Mei

KEWIBAWAAN RASULULLAH DALAM BERKELUARGA
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Dalam keluarganya beliau berperan sebagai seorang ayah, suami dan pemimpin rumah tangga. Beliau sangat kerap membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam buku Insan kamil karangan Dr. Sayyid Muhammad Alwy al-Maliky, disebutkan bahwa Al-‘Aswad datang bertanya kepada Aisyah apakah yang dikerjakan Nabi SAW bila ada dirumah? Aisyah menjawab: “Ia membantu istrinya, hingga apabila datang waktu shalat, maka ditinggalkannya apa yang dikerjakan. Beliau bukan orang yang congkak. Bahkan beliau mengerjakan sendiri apa yang diperlukan. Imam Ahmad dalam Musnad dari Aisyah berkata, “bahkan Nabi SAW menjahit baju dan memperbaiki sandalnya sendiri. Bekerja seperti halnya orang lain mengerjakannya”.
Nabi Muhammad SAW mempersonifikasikan peran dari ayah dan suami yang sempurna. Dia sangat baik dan toleran terhadap istri-istrinya sehingga mereka tak bisa membayangkan hidup tanpa dirinya, dan mereka tidak ingin jauh darinya.
Rasulullah adalah kepala keluarga yang sempurna. Menangani banyak wanita dengan tenang, menjadi kekasih hati mereka, pembimbing pikiran mereka, pendidik jiwa mereka dan sekaligus tidak lupa dengan persoalan umatnya atau mengabaikan tugasnya. Rasulullah sangat unggul dalam segala aspek kehidupannya.
Beliau adalah suami yang luar biasa, ayah yang sempurna, dan kakek yang istimewa dalam banyak hal. Beliau memperlakukan anak cucunya dengan kasih saying yang besar, dan tidak pernah lupa untuk membimbing mereka menuju akhirat dan mengajak mereka beramal baik. Beliau tersenyum pada mereka, merawat dan mencintai mereka. Dalam persoalan duniawi beliau sangat terbuka, tapi jika berhubungan dengan Allah, Beliau sangat serius dan bermartabat.
Beliau menunjukan kepada mereka bagaimana menjalani hidup secara manusiawi dan tidak membiarkan mereka mengabaikan kewajiban agama dan menjadi manja. Tujuan utamanya adalah mempersiapkan mereka untuk hari kemudian. Keseimbangannya yang sempurna dalam soal itu adalah dimensi lain dari inteleknya yang diilhami oleh Ilahi.
Dalam sebuah Hadits yang disampaikan oleh Muslim, Anas ibn Malik, yang menjadi pelayan Rasulullah selama 10 tahun, mengatakan:” aku tidak pernah melihat seorang pria yang lebih sayang kepada anggota keluarganya selain Muhammad SAW”.
Nabi dikaruniai banyak istri bukan semata-mata karena hawa nafsu, tapi karena untuk memberi nafkah secara terhormat kepada wanita dan janda yang tiada daya. Pernikahan ini tidak ada hubungannya dengan pemuasan diri, keinginan pribadi atau nafsu. Ini semua sama sekali bukan perbuatan bersenang-senang, tetapi tindakan disiplin diri.
SISTEM PEMBINAAN RUMAH TANGGA RASULULLAH
Kebiasaan rasul pada waktu pagi adalah mengunjungi istri-istrinya untuk memberikan petuah dan menanamkan ajaran agama. Sedangkan waktu untuk mengobrol atau bercumbu, beliau biasa melakukannya pada malam hari. Kalau sedang berada di rumah, beliau sering membantu istrinya. Tentang sifatnya di rumah, ‘Aisyah mengomentari: “Beliau tidak pernah memukul siapa pun, baik itu istri-istrinya maupun pembantunya”. Ketika diajukan pertanyaan apa saja yang dilakukannya di rumah, ‘Aisyah menjelaskan: “ Beliau selalu siap membantu istrinya. Jika tiba waktu shalat, beliau langsung beranjak untuk menunaikan shalat tersebut. Rasul sering menjahit sendiri pakaiannya yang sobek atau sandalnya, mengisi ember, memeras susu kambing, dan melayani dirinya sendiri bila mau makan. Pekerjaan sampingan tersebut dilakukannya pada waktu-waktu tertentu, terkadang dikerjakannya sendiri atau bersama istrinya, meskipun dia punya pembantu.” Selain itu, Rasulullah juga ternyata sering bercanda dengan istrinya, terutama dengan ‘Aisyah.
Adapun mengenai keadilan terhadap istri-istrinya, hal itu tampak sekali dalam beberapa kejadian. Misalnya, apabila rasul akan bepergian (yang tidak mungkin dilakukan dengan semua istri-istrinya), beliau mengundi mereka. Tak pernah sekalipun beliau menentukan langsung atau memilih salah seorang diantara mereka. Keadilan rasul juga tampak dalam hal menggilir istri-istri. Riwayat yang bersumber dari ‘Aisyah menyebutkan bahwa beliau tidak pernah mengistimewakan sebagian mereka dalam hal giliran. Selain itu, beliau juga selalu adil dalam pemberian nafkah dan membagi cinta kasihnya pada para istri.
Rasulullah memang merupakan profil seorang suami dengan sifat-sifatnya yang utama, penuh keteladanan, berwibawa, dan sangat santun. Tetapi itu bukan berarti dalam rumahtangga nabi sama sekali tidak pernah terjadi konflik. Rumah tangga nabi, sebagaimana rumah tangga yang lain, sering diwarnai gejolak konflik, seperti kemarahan salah satu pihak atau kecemburuan. Abu Dawud dan An-Nasa’i meriwayatkan bahwasanya ‘Aisyah becerita: “Aku belum pernah menemukan orang yang pandai memasak (untuk nabi, dan disuruhnya seseorang untuk mengantarkannya pada beliau ) kecuali Shafiah, padahal nabi sedang gilirannya di rumahku. Darahku naik bagaikan memenuhi rongga dadaku sampai terasa sesak dan tubuhku gemetar. Akibat perasaan cemburu yang tak terkendalikan itu, maka segera kubanting mangkoknya yang berisi makanan itu.” Menanggapi kecemburuan ‘Aisyah itu, nabi dengan sangat bijak hanya berkata dengan tenang: “Piring harus diganti piring, makanan harus diganti makanan”.
‘Aisyah memang sangat pencemburu, terutama dengan Khadijah yang selalu disanjung nabi. ‘Aisyah bercerita: “Pernah suatu kali nabi menjanjung Khadijah di depanku. Maka meledaklah lahar cemburu dalam hatiku. Lalu akau mengatakan kepadanya: Bukankah dia hanya seorang perempuan tua bangka tak bergairah? Kelebihan apakah yang dimiliki perempuan itu? Padahal Allah telah meberikan gantinya untukmu yang lebih dalam segala-galanya dibanding dia? Mendengar ucapanku, Rasul marah tak terkira, sampai anak rambut di bagian dahinya meremang lantaran kemarahan yang luar biasa itu. Kemudian beliau berkata: Tidak!! Demi Allah tidak! Allah tidak pernah menggantikannya dengan seorang perempuan lain yang lebih baik dari Khadijah. (Tahukah kau) dia beriman kepadaku tatkala orang lain menentang risalahku.” (HR. Ibnu Atsir).
Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, konflik yang sangat besar terjadi ketika para istri nabi mengelompokkan diri menjadi dua kubu yang saling bermusuhan satu sama lain. Kelompok pertama ialah ‘Aisyah beserta sekutunya, yaitu Hafsah, Shafiyah, dan Saudah. Sedangkan kelompok yang kedua dipimpin oleh Ummu Salamah dengan para anggota: Zainab, Ummu Habibah, dan Juwairiyah. Dua kelompok ini timbul karena api cemburu dan berbagai latar belakang lainnya. Terhadap hal ini, nabi pun menyikapinya dengan sangat bijak dan sabar hingga akhirnya dua kubu tersebut dapat diperdamaikan.
Begitulah, dalam membina rumah tangganya, fungsi seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga sangat nyata dipraktekkan oleh rasul. Beliau selalu mendengar aspirasi para istrinya, tetapi pengambilan keputusan tertinggi dan kewenangan mengatur rumah tangga tetap ada padanya. Acap kali istri-istri beliau mempergunakan kebebasan dalam berbicara, sedangkan beliau mendengarkan, menjawab, dan menyampaikan pendidikan. Sebagai seorang pemimpin rumah tangga, rasul selalu berusaha membimbing dan mengarahkan seluruh anggota keluarganya untuk bertakwa kepada Allah. Inilah mengapa rumah tangga rasul, meskipun sering terjadi konflik intern, tetap utuh dan stabil. Pemandangan ini sangat kontras perbedaannya dengan apa yang terjadi dewasa ini sebagai akibat arus feminisme ajaran barat, dimana fungsi kepemimpinan suami sudah tidak ada lagi dalam rumah tangga. Akibat hilangnya fungsi kepemimpinan suami itu, maka dalam rumah tangga tidak ada lagi pihak yang punya kewenangan untuk mengambil keputusan tertinggi. Rumah tangga pun menjadi sangat tidak stabil dan konflik yang terjadi seringkali berakhir perceraian.
Bagaimanapun, keluarga adalah sebuah organisasi kecil yang mau tidak mau, pasti akan butuh adanya pemimpin. Ini bukan persoalan bias gender atau tradisi patriarkhi, tetapi kenyataan watak kebutuhan dari sebuah organisasi bernama keluarga yang tak mungkin bisa kita pungkiri. Oleh karena itu, sangat tepat sekali ajaran Islam yang mengajarkan dan menetapkan bahwa suami berfungsi sebagai pemimpin rumah tangga. Hanya saja, dalam hal menjalankan fungsi kepemimpinannya, seorang suami harus mampu bersikap bijak dan adil, sebagaimana yang tampak dalam pribadi rasul. Suami juga tidak boleh menindas istrinya, membuatnya tertekan, apalagi sampai menyakitinya secara fisik.
Apabila kita mampu menerapkan prinsip-prinsip pembinaan rumah tangga nabi dalam kehidupan rumah tangga modern, maka maraknya persoalan pertikaian dan perceraian dalam kehidupan berkeluarga akan dapat teratasi Abu Ya’la meriwayatkan dari Aisyah. Ia pernah berkata “Aku mendatangi Rasulullah sambil membawa tepung yang sudah kumasak, lalu aku berkata kepada Saudah, dan beliau berada diantara diriku dan Saudah. ‘Makanlah’, namun Saudah enggan. Maka aku berkata lagi, ‘Kamu makan atau harus aku polesi wajahmu dengan tepung ini!’, Saudah tetap enggan. Tidak mau makan. Maka kuletakkan tangunku didalam tepung dan kupolesi wajah saudah dengannya, Rasulullah tertawa melihat tingkah kami berdua. Beliau meletakkan tangannya didalam tepung seraya berkata, ‘Ayo polesi wajah Aisyah!’, sambil tertawa kepada Saudah.”
Sudah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sempurna. Beliau mempunyai sifat-sifat yang bisa dijadikan panutan bagi semua umat manusia. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Dalam keluarganya beliau berperan sebagai seorang ayah, suami dan pemimpin rumah tangga. Beliau sangat kerap membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Beliau bukan orang yang congkak. Bahkan beliau mengerjakan sendiri apa yang diperlukan. Imam Ahmad dalam Musnad dari Aisyah, bahkan Nabi SAW menjahit baju dan memperbaiki sandalnya sendiri. Bekerja seperti halnya orang lain mengerjakannya.
Beliau adalah suami yang luar biasa, ayah yang sempurna, dan kakek yang istimewa dalam banyak hal. Beliau memperlakukan anak cucunya denagn kasih sayang yang besar, dan tidak pernah lupa untuk membimbing mereka menuju akhirat dan mengajak mereka beramal baik. Beliau tersenyum pada mereka, merawat dan mencintai mereka. Dalam persoalan duniawi beliau sangat terbuka, tapi jika berhubungan dengan Allah, beliau sangat serius dan bermartabat.

Rabu, 24 Juli 2013

Ketika Cinta Mengetuk Hati Sang Aktivis Dakwah

Aktivis dakwah kampus yang sering disebut ADK bukanlah barisan malaikat yang tanpa cela. Bagaimanapun juga, mereka adalah manusia yang bisa melakukan kesalahan dalam tatanan kehidupannya. Disinilah uniknya, fitrah manusia yang mempunyai rasa dan akal untuk belajar dari tiap kesalahannya. Sering kali ADK tergelincir dan keluar dari barisan dakwah karena tidak memiliki iman yang kuat.
Banyak hal yang menggoyahkan ADK. Menurut penglihatan saya para ADK sering kelimpungan kalau sudah terkena virus merah jambu. Virus ini bekerja secara perlahan tapi pasti. Kadang para ADK tidak menyadarinya bahwa dalam hatinya sudah terjangkit virus merah jambu (VMJ). Biasanya bila sudah terjangkit virus ini, hati hanya condong ke satu arah, mata hanya memandang ke satu wajah, dan rindu itu tertuju hanya untuk satu orang idola. Dia yang tanpa cela, dia yang selalu sempurna, dan dia yang selalu dipuja. Masalahnya yang disebut dia bukanlah Sang Pemilik Hati. Namun hanya seorang yang mungkin bisa mengacaukan hati.
VMJ ada karena cinta ada. Tiada yang dapat mengingkari perasaan ini karena rasa ini adalah fitrah kita sebagai manusia ciptaan-Nya. Tetapi, ada yang perlu dicatat! Pengemasan cinta itu. Karena cinta tidak bisa dibelenggu makanya harus dijaga dan dirawat agar tidak keluar dari jalur yang diridhoiNya.
Setiap aktivis dakwah mempunyai pertahanan diri yang berbeda-beda terhadap VMJ. Ada yang sanggup bertahan dalam barisan dakwahnya dan juga ada yang kalah, terserak dalam rantai permainan hati yang dia buat.
Saya akan tuliskan beberapa kisah aktivis dakwah dalam realita kehidupan.
1. Aktivis Butuh Penjagaan Iman
Seorang aktivis dakwah yang berada dalam lingkungan heterogen kampus tantangannya mungkin lebih berat dan penjagaannya harus lebih kuat. Interaksi dengan lawan jenis bisa dibilang sering. Dan di lingkungan seperti inilah kadang ujian menghampiri. Dan hal ini dialami oleh seorang akhwat. Sebut saja namanya Mujahidah.
Mujahidah adalah seorang akhwat yang aktif di organisasi kampus UIN SUSKA RIAU kekeluargaan yang terbangun dalam organisasi itu membuatnya nyaman dan betah. Dia mengakui pengurus organisasi ini seperti keluarga keduanya setelah keluarga aslinya yang jauh dari ibukota Pekanbaru.
Rutinitas Mujahidah berkumpul di organisasi ini adalah pemicu awal getar-getar dalam hatinya. Awalnya dia hanya iseng menghabiskan waktu bersama teman-teman organisasinya sehabis kuliah atau jedda kuliah satu dengan lainnya. Keisengannya tumbuh menjadi suatu kebiasaan.
Seiring berjalannya waktu ada seorang ikhwan berhasil menarik perhatian Muahidah. Kekaguman, dan kerinduan tumbuh dengan apik di dalam hatinya yang lembut. Dia mengira perasaan ini cuma hal biasa. Fitrah bila mengidolakan seseorang karena kebaikan dan pribadi yang sempurna.
Lambat laun perasaan ini semakin menjadi didukung dengan aktivitas di dalam organisasi yang semakin padat dengan banyak melakukan kegiatan dan rapat-rapat. Semua ini membuatnya sering berinteraksi dengan pengurus organisasi tersebut. Dan tentu saja Mujahidah hampir tiap hari bertemu dengan ikhwan yang diidolakan dan semakin membuat otaknya dipenuhi dengan sosok ikhwan tersebut. Astaghfirullah…
Muahidah menyadari ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Keganjilan yang dia rasakan. Wajah seorang yang selalu terbayang. Kerinduan yang tanpa alasan. Semua itu meresahkannya ditambah kegiatan liqoat yang sering dia lewatkan. Ruhiyahnya lapar, tidak pernah terisi dalam hitungan bulan. Rutinitasnya untuk dunia organisasinya dan aktivitas kuliahnya yang padat membuatnya lupa akan kebutuhan ruhaninya. Hingga suatu hari sang murabbiya mengingatkan dan menasihatinya.
Mujahidah mulai menata hatinya dari awal atas bimbingan murabbinya. Ya akhirnya! Dia menemukan cahaya dakwah dalam jiwanya. Liqoat yang tadinya tidak terlalu dia pentingkan ternyata dapat dijadikan alat untuk membangun benteng keimanan dari godaan-godaan hati yang dibayangi nafsu. Dia kini meluangkan waktu untuk rutinitas lama yang pernah dia tinggalkan sebelumnya untuk mengisi jiwanya dengan sentuhan-sentuhan Illahi.
Secara perlahan Mujahidah merubah pandangannya tentang sosok ikhwan yang dia idolakan dan nyaris terlihat sempurna di matanya. Ikhwan tersebut adalah manusia biasa yang mungkin dimanfaatkan Allah untuk mengujinya. Waktu yang membuktikan segalanya.
Kewajaran tumbuhnya cinta tidak bisa diwajarkan bila tumbuh di lahan yang penuh dosa. Mujahidah meyakini itu.
Doa seorang Muahidah,” bersihkan hati ini dari titik-titik noda ya Allah. Dan gantilah hatiku dengan hati yang lain bila tak bisa dibersihkan lagi.”
Muahidah dalam kisah ini mengajari kita bahwa keheterogenan pergaulan membutuhkan keimanan yang kuat, hati yang bersih, dan nutrisi jiwa yang tidak boleh terputus. Menundukkan pandangan itu penting, agar kekaguman dan penyakit hati lainnya tidak akan menyerang kita. Terutama virus merah jambu. Jadi, waspadalah dengan mata dan hatimu saudaraku.
2. Perjalanan Cinta Sang Aktivis
Sapalah ikhwan ini dengan Dika. Dia aktif dalam keorganisasian di dalam kampus maupun di luar kampus. Berinteraksi dengan lawan jenis sudah menjadi hal biasa baginya. Parasnya yang cukup rupawan dan keaktifannya dalam berdakwah mendapat banyak perhatian dari ihkwan lainnya dan akhwat pun banyak yang mengaguminya. Mungkin tidak ada yang menyangka masa lalunya yang penuh cerita yang tidak terbayangkan telah dialami oleh seorang aktivis seperti Dika.
Ketika SMA Dika adalah seorang aktivis rohis di sekolahnya. Selain itu dia juga mengikuti salah satu organisasi islam bagi pelajar Indonesia. Meskipun saat itu dia seorang aktivis dakwah tetapi cara dia memandang tentang cinta tidak sesuai dengan koridor islam. Dia masih menghalalkan pacaran. Dalam pikirannya tertanam adanya pacaran islami. Mungkin itu terjadi karena buku-buku yang bergaya islami tetapi menyesatkan. Aku tidak tahu persis dengan cara berpikirnya saat itu.
Dika memiliki teman dekat bernama Uni. Adik perempuannya teman sekolah Uni. Jadi, tanpa direncanakan mereka saling kenal dengan perantara adiknya. Uni banyak tahu tentang Dika dari adiknya. Hubungan pertemanan Uni dengan Dika cukup baik. Saat itu tidak ada rahasia antara mereka. Dika selalu bercerita tentang aktivitasnya dalam berorganisasi dan teman-teman perempuan yang mengaguminya. Dika pernah bilang ke Uni merasa risih bila ada teman perempuannya mengharapkan lebih darinya. Uni hanya menanggapinya dengan senyuman dan candaan. Saat itu Uni tidak mengira dika benar-benar merasa resah atas keberadaan mereka─ teman-teman perempuannya.
Sesuatu yang mengagetkan terjadi, setelah beberapa bulan Dika lulus SMA. Dika mengumumkan hubungannya dengan seorang perempuan. Mereka berpacaran. Hubungan mereka cukup lama sampai hitungan bulan. Saat itu Dika masih kontak melalui sms saling tanya kabar dengan Uni. Entah kenapa Dika tidak bisa melepas sahabatnya meskipun telah memiliki kekasih.
Ketika Uni memasuki bangku kuliah. Saat itu terdengar kabar Dika putus dengan pacarnya. Tahun itu juga Dika baru saja mendaftar di sebuah perguruan tinggi dan diterima. Sejak saat itu Uni dan Dika hampir tidak pernah saling komunikasi.
Sebenarnya Dika dari awal menyukai Uni menurut pengakuan Dika. Namun, Uni hanya menganggapnya teman biasa.
Dika tahu Uni bukanlah seorang akhwat. Dia tidak berkerudung. Dia juga tidak anti pacaran. Tetapi, dia memang tidak mau pacaran. Dika tidak tahu alasannya apa. Sebagai pelarian dia berpacaran dengan orang lain.
Dan saat Dika mengenal tarbiyah, memahami koridor cinta yang benar, cinta yang diridhoiNya. Dia memutuskan putus dengan pacarnya. Dan saat itu dia mendengar dari teman-teman kuliah Uni, bahwa sahabatnya itu telah berubah menjadi seorang aktivis dakwah di kampusnya. Uni menjadi Seorang akhwat. Dika bersyukur bahwa Uni telah menutup auratnya.
Dika yang seorang aktivis dakwah kampus malu bila mengenang masa lalunya. Tetapi, dia bersyukur karena Allah masih memberinya kesempatan untuk kembali ke jalanNya.
Sekarang yang dikenal orang dari Dika adalah seorang ikhwan yang tanpa cela. Terlepas dari godaan dan sempurna.
Bila seorang dengan keyakinan bertaubat dan kembali ke jalan Allah dengan hati yang suci insyaallah Yang Maha Tahu akan menyembunyikan yang memang harus disembunyikan.
Sebatas obrolan dengan kawan
Pernah kulontarkan sebuah pertanyaan kepada seorang teman,
“Terlihat jelas cerita cinta sedang dipaparkan. Namun, kenapa dia hanya sebatas bayang tanpa nama. Begitu sucikah namanya tak bisa diikrarkan seperti setetes embun pagi yang bening tanpa noda?”

Dan dia menjawab,
“sangat suci untuk tidak menebar sebuah fitnah, ya beginilah aku memandang seorang wanita. Begitu suci maka harus diperlakukan untuk menjaga kesuciannya. Dan inilah cinta, perlu pengorbanan untuk menjaga agar tetap suci seperti lahirnya”

Bingkai sajak memiliki makna tersirat. Tersembunyi sebuah nama di balik syair-syair tanpa ada seorangpun yang mengetahui. Adakah sebuah rahasia di balik dialog di atas. Entahlah…aku pun tidak tahu. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Cinta dalam kebisuan, syair-syair, dan ketakwan pada-Nya.

Selasa, 23 Juli 2013

Hukum Celana Di Bawah Mata Kaki

Mungkin sebagian orang sering menemukan di sekitarnya orang-orang yang celananya di atas mata kaki (cingkrang). Bahkan ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai ‘celana kebanjiran’. Pembahasan kali ini –insya Allah- akan sedikit membahas mengenai cara berpakaian seperti ini apakah memang pakaian ini merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan.
Penampilan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Celana Setengah Betis
Perlu diketahui bahwasanya celana di atas mata kaki adalah sunnah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya. Kita dapat melihat bahwa pakaian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sebagaimana dalam keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata :
سَمِعْتُ عَمَّتِي ، تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِي بِالمَدِيْنَةِ ، إِذَا إِنْسَانٌ خَلْفِي يَقُوْلُ : « اِرْفَعْ إِزَارَكَ  ، فَإِنَّهُ أَنْقَى» فَإِذَا هُوَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ  مَلْحَاءُ) قَالَ : « أَمَّا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ  ؟ » فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارَهُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ
Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Al Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ’Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih.’ Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata,Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai  teladan?” Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang salah satu atau kedua betisnya. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الإِزَارِ فَإِنْ أَبِيْتَ فَأَسْفَلَ فَإِنْ أَبِيْتَ فَلاَ حَقَّ لِلإِْزَارِ فِي الْكَعْبَيْنِ
Di sinilah letak ujung kain. Kalau engkau tidak suka, bisa lebih rendah lagi. Kalau tidak suka juga, boleh lebih rendah lagi, akan tetapi tidak dibenarkan kain tersebut menutupi mata kaki.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, hal.70, Syaikh Al Albani berkata bahwa hadits ini shohih)
Dari dua hadits ini terlihat bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berada di atas mata kaki sampai pertengahan betis. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan.  Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [60] : 21)
Menjulurkan Celana Hingga Di Bawah Mata Kaki
Perhatikanlah hadits-hadits yang kami bawakan berikut ini yang sengaja kami bagi menjadi dua bagian. Hal ini sebagaimana kami ikuti dari pembagian Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’ pada Bab Satrul ‘Awrot
Pertama: Menjulurkan celana di bawah mata kaki dengan sombong
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.” (HR. Muslim no. 5574).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 5576)
Masih banyak lafazh yang serupa dengan dua hadits di atas dalam Shohih Muslim.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,
خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim no. 306). Orang yang isbal (musbil) adalah orang yang menjulurkan pakaian atau celananya di bawah mata kaki. 
Kedua: Menjulurkan celana di bawah mata kaki tanpa sombong
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)
Dari hadits-hadits di atas terdapat dua bentuk menjulurkan celana dan masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Kasus yang pertama -sebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu Umar di atas- yaitu menjulurkan celana di bawah mata kaki (isbal) dengan sombong. Hukuman untuk kasus pertama ini sangat berat yaitu Allah tidak akan berbicara dengannya, juga tidak akan melihatnya dan tidak akan disucikan serta baginya azab (siksaan) yang pedih. Bentuk pertama ini termasuk dosa besar.
Kasus yang kedua adalah apabila seseorang menjulurkan celananya tanpa sombong. Maka ini juga dikhawatirkan termasuk dosa besar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam perbuatan semacam ini dengan neraka.
Perhatikan bahwasanya hukum di antara dua kasus ini berbeda. Tidak bisa kita membawa hadits muthlaq dari Abu Huroiroh pada kasus kedua ke hadits muqoyyad dari Ibnu Umar pada kasus pertama karena hukum masing-masing berbeda. Bahkan ada sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri yang menjelaskan dua kasus ini sekaligus dan membedakan hukum masing-masing. Lihatlah hadits yang dimaksud sebagai berikut.
إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ - أَوْ لاَ جُنَاحَ - فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِى النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
Pakaian seorang muslim adalah hingga setengah betis. Tidaklah mengapa jika diturunkan antara setengah betis dan dua mata kaki. Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti).” (HR. Abu Daud no. 4095. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Al Jami’ Ash Shogir, 921)
Jika kita perhatikan dalam hadits ini, terlihat bahwa hukum untuk kasus pertama dan kedua berbeda.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa jika menjulurkan celana tanpa sombong maka hukumnya makruh karena menganggap bahwa hadits Abu Huroiroh pada kasus kedua dapat dibawa ke hadits Ibnu Umar pada kasus pertama. Maka berarti yang dimaksudkan dengan menjulurkan celana di bawah mata kaki sehingga mendapat ancaman (siksaan) adalah yang menjulurkan celananya dengan sombong. Jika tidak dilakukan dengan sombong, hukumnya makruh. Hal inilah yang dipilih oleh An Nawawi dalam Syarh Muslim dan Riyadhus Shalihin, juga merupakan pendapat Imam Syafi’i serta pendapat ini juga dipilih oleh Syaikh Abdullah Ali Bassam di Tawdhihul Ahkam min Bulughil Marom -semoga Allah merahmati mereka-.
Namun, pendapat ini kurang tepat. Jika kita melihat dari hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa hukum masing-masing kasus berbeda. Jika hal ini dilakukan dengan sombong, hukumannya sendiri. Jika dilakukan tidak dengan sombong, maka kembali ke hadits mutlak yang menunjukkan adanya ancaman neraka. Bahkan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri dibedakan hukum di antara dua kasus ini. Perhatikan  baik-baik hadits Abu Sa’id di atas: Jika pakaian tersebut berada di bawah mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan apabila pakaian itu diseret dalam keadaan sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya (pada hari kiamat nanti). Jadi, yang menjulurkan celana dengan sombong ataupun tidak, tetap mendapatkan hukuman. Wallahu a’lam bish showab.
Catatan: Perlu kami tambahkan bahwa para ulama yang menyatakan makruh seperti An Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Mohon, jangan disalahpahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.
Sedikit Kerancuan, Abu Bakar Pernah Menjulurkan Celana Hingga di Bawah Mata Kaki
Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakr di mana Abu Bakr dahulu pernah menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki?
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut.
Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi.
Pertama, Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu mengatakan, ”Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama.” Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga di bawah mata kaki, pen) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga berada di bawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.
Kedua, Sesungguhnya Abu Bakr sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakr tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah di antara mereka yang berperilaku seperti di atas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong, pen) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi)?! Akan tetapi syaithon membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka, pen) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan ampunan. (Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548).
Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
Barangsiapa yang menta'ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta'ati Allah.” (QS. An Nisa’ [4] : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur [24] : 63)
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
Dan jika kamu ta'at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur [24] : 54)
Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Sahabat Sangat Perhatian dengan Masalah Celana
Sebagai penutup dari pembahasan ini, kami akan membawakan sebuah kisah yang menceritakan sangat perhatiannya salaf (shahabat) dengan masalah celana di atas mata kaki, sampai-sampai di ujung kematian masih memperingatkan hal ini.
Dalam shohih Bukhari dan shohih Ibnu Hibban, dikisahkan mengenai kematian Umar bin Al Khaththab setelah dibunuh seseorang ketika shalat. Lalu orang-orang mendatanginya di saat menjelang kematiannya. Lalu datanglah pula seorang pemuda. Setelah Umar ngobrol sebentar dengannya, ketika dia beranjak pergi, terlihat pakaiannya menyeret tanah (dalam keadaan isbal). Lalu Umar berkata,
رُدُّوا عَلَىَّ الْغُلاَمَ
Panggil pemuda tadi!” Lalu Umar berkata,
ابْنَ أَخِى ارْفَعْ ثَوْبَكَ ، فَإِنَّهُ أَبْقَى لِثَوْبِكَ وَأَتْقَى لِرَبِّكَ ،
Wahai anak saudaraku. Tinggikanlah pakaianmu! Sesungguhnya itu akan lebih mengawetkan pakaianmu dan akan lebih bertakwa kepada Rabbmu.
Jadi, masalah isbal (celana menyeret tanah) adalah perkara yang amat penting. Jika ada yang mengatakan ‘kok masalah celana saja dipermasalahkan?’ Maka cukup kisah ini sebagai jawabannya. Kita menekankan masalah ini karena salaf (shahabat) juga menekankannya. -Semoga kita dimudahkan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah-
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

My Profile



My Profile
NAMA                         : Robi Rendra Tribuana
TTL                              : Desa Aursati, 20 Juli 1993
ALAMAT                     : JL. Lobak, Arengka Pekanbaru
JURUSAN                   : Ahwal Al-Sahksiyah
FAKULTAS                  : Syariah dan Ilmu Hukum
UNIVERSITAS            : UIN SUSKA RIAU
RIWAYAT PENDIDIKAN       :
Ø  TK Perwati, Di Desa Aursati, Kec. Tambang, Kab. Kampar_ 1998-1999
Ø  Sekolah Dasar ( SD ) 012, Di Desa Aursati, Kec. Tambang, Kab. Kampar, Tahun _ 1999-2005
Ø  Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Islamic Centre Al-Hidayah (PPICA), Di Desa Sawah Baru, Kec. Kampar Timur, Kab. Kampar, Tahun_ 2005-2008
Ø  Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Islamic Centre Al-Hidayah (PPICA), Di Desa Sawah Baru, Kec. Kampar Timur, Kab. Kampar, Tahun_ 2008-2011
Ø  UIN SUSKA RIAU, Tahun_2011- Sekarang.
PENGALAMAN ORGANISASI
Ø  CO. HUMAS FK-MASSYA, TAHUN_ 2012-2013
Ø  CO. BPA FK-MASSYA, TAHUN_ 2013-2014
Ø  WAKIL KETUA IKATAN REMAJA MASJID AL JAMA’ATU WAL JAMA’AH (IRMALJA’AH) DESA AURSATI, Kec. TAMBANG, Kab. KAMPAR  Tahun_ 2009-2013
Ø  SEKRETARIS UMUM BEM (BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA) FASIH, TAHUN_2012-2013
KATA-KATA MOTIVASI
“Learn To Know Your Self”
MOTTO HIDUP
“Action Speaks Louder Than The Words”