Jumat, 30 Agustus 2013

Belajar Mencintai Hidup dalam Setiap Sekat Keterbatasan

Membumikan Hati Membahasakan Cinta



 “Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati
dan ruhani dengan ikatan aqidah.
Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya.
Ukhuwah adalah saudaranya keimanan,
sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran.
Kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan;
tidak ada persatuan tanpa cinta kasih;
minimal cinta kasih adalah kelapangan dada
dan maksimalnya adalah itsar 
(mementingkan orang lain dari diri sendiri).”
 (Imam Hasan Al Banna)


Masa – masa tumbuh menjadi seorang dewasa dengan predikat Aktivis Dakwah Kampus (ADK) masih sangat lekat dalam ingatan. Tawa dan tangis membersamai lekat dalam keseharian kita. Kelebihan kita menutup kekurangan saudara kita, dan sebaliknya. Kekurangan kita pun menjadi ladang amal untuk saudara kita yang lain. Demikianlah kecenderungan ukhuwah. Ukhuwah ada, agar kita menjadi lebih baik. Ukhuwah ada,untuk melecutkan potensi kita. Ukhuwah ada, untuk menjadi ladang amal bagi kita tentunya.
Adakah rumah yang lebih nyaman selain daripada iman? Tempat pulang paling nyaman setelah berpeluh lelah mengejar mimpi untuk lulus tepat waktu ataupun setelah berbuntu jalan saat merencanakan kegiatan daurah untuk mad’u. Tempat itu adalah istana kita, istana iman, istana cinta yang biasa kita bahasakan dengan wisma.
Di masa itulah cerita cinta kita dimulai. Sejak perjumpaan di awalnya, di tengah kebingungan menapaki daerah baru dan mencari tempat tinggal baru dengan status baru pula. Ada senyum melegakan dan tawaran keikhlasan untuk membantu dari kakak kelas. Sehingga detak itu pun mulai terasakan. Detak yang menggiring hati kita untuk yakin bahwa mereka adalah orang – orang tulus yang Allah pilihkan untuk kita dan untuk sebuah ikatan yang jauh lebih dekat dari sekedar senior dan junior di kampus.
Petualangan jiwa menjemput hidayah itu pun berlanjut. Saat ta’aruf untuk pertama kali, hati mulai mengenali tentang bagaimana jiwa–jiwa lain selain kita di wisma itu. Ada ketukan pintu yang menggertak mata di sepertiga malam. Ada dzikir ma’tsurat bersama setelah shalat subuh. Ada rangkaian tausiyah yang menyentak hati. Dan pada akhirnya semua rutinitas yang pada awalnya hanya sebagai sebuah rutinititas semata itu pun semakin membuat kita kecanduan. Kecanduan shalat berjama’ah, kecanduan shalat malam, kecanduan dzikir ma’tsurat bersama ba’da subuh, kecanduan tausiyah yang membaikkan diri, dan candu – candu lain yang menentramkan.
Semua di dalam rumah itu tetap berjalan manusiawi, pun tak lepas dari berbagai konflik. Seyogyanya manusia yang sedang bertumbuh dewasa, kadang gesekan – gesekan itu bisa saja terjadi. Wajar bukan? Allah menciptakan kita dengan beragam keunikan, beragam kelebihan, serta beragam kekurangan. Tak jarang pula konflik – konflik itu kemudian membuat kita menangis bersama. Namun selalu ada celah untuk mengambil ibroh dari setiap peristiwa yang terjadi dan kita menjadi tertarbiyah pada proses tafahum yang berlangsung secara terus – menerus.
Selanjutnya, beberapa bahkan mayoritas dari kita mungkin berkenalan dengan aktivitas dakwah kampus juga berawal dari wisma dengan iklim dan hamasah yang menyala – nyala. Setelah awalnya “dijebloskan” kepada amanah – amanah kampus yang mungkin tidak hanya satu, ritme jiwa kita pun perlahan beradaptasi dengan semua kesibukan itu. Jika pada semula kita merasa berat karena memang tidak banyak dari kita yang terbiasa sibuk berorganisasi, perlahan namun pasti kita mulai menikmati aktivitas – aktivitas itu. Aktivitas yang secara kita sadari atau tidak sebetulnya membuat kita tengah berlari menuju Allah swt. Aktivitas yang sebetulnya tengah memupuk kecintaan kita menjadi semakin besar kepada Allah swt.
Tahun demi tahun tertanggalkan, ada pergantian wajah di dalamnya. Ada pergantian hati di dalamnya. Namun, sesering apapun pergantian itu tetap saja jiwa di dalamnya sama. Jiwa – jiwa yang senantiasa berproses untuk menjadi lebih baik dalam mencintai Allah. Juga jiwa – jiwa yang sangat sensitif dengan seruan – seruan untuk bergerak rapi dalam barisan dakwah kampus. Dan nama – nama yang sebelumnya sudah terpatri di hati akan terus terpatri karena robithoh akan menyuburkannya.

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahawa hati-hati ini telah berhimpun kerana mengasihi-Mu, bertemu untuk mematuhi (perintah)-Mu, bersatu memikul beban dakwah-Mu, hati-hati ini telah mengikat janji setia untuk mendaulat dan menyokong syari’at-Mu.
Maka eratkanlah Ya Allah akan ikatannya, kekalkan kemesraan antara hati-hati ini, tunjuklah kepada hati-hati ini akan jalannya (yang sebenar), penuhkanlah (piala) hati-hati ini dengan cahaya Rabbani-Mu yang tidak kunjung malap, lapangkanlah hati-hati ini dengan limpahan keimanan dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidup suburkanlah hati-hati ini dengan ma’rifat (pengetahuan sebenar) tentang-Mu. (Jika Engkau takdirkan kami mati) maka matikanlah hati-hati ini sebagai para syuhada’ dalam perjuangan agama-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik sandaran dan sebaik-baik penolong. Ya Allah perkenankanlah permintaan ini. Ya Allah restuilah dan sejahterakanlah junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat baginda semuanya.
(Doa Robithoh)


Ikhwati fillah,
Percayalah, bahwa wisma akan menjadi tempat yang dirindukan untuk terus berada di dalamnya. Di antara rangkaian proses yang menjadikan ketidaktahuan menjadi ilmu. Yang tadinya tidak mau lalu menjadi mau. Yang tadinya tidak terbiasa menjadi terbiasa. Semuanya adalah wasilah yang Allah kirimkan kepada kita untuk kembali membumikan hati dan membahasakan cinta dengan apa yang seharusnya kita lakukan untuk cinta.

Masihkah ada yang lebih indah selain mencintai saudara – saudara kita karena Allah? Saat doa – doa kita menjadi bukti atas itu semua, rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan keindahannya. Bukan hanya satu atau dua orang yang tertinggal bahkan terlepas dalam genggaman barisan dakwah. Mungkinkah itu karena sedikitnya porsi doa kita untuk mereka? Atau karena kelalaian kita sebagai saudara dalam pemenuhan hak – haknya sehingga mereka tidak nyaman dan mendapatkan kenyamanan itu di tempat lain?
Bukankah ukhuwah ini adalah nikmatNya yang sangat luar biasa? Mari lihat ke sekitar kita, yang tidak seberuntung kita karena mereka tidak memiliki tangan yang akan menarik mereka saat syaithan hampir berhasil menggoda mereka. Atau mereka yang bahkan belum mengetahui bahwa ada kebahagiaan dan kepuasan hati yang begitu besar saat berhasil mengajak satu orang saja ke dalam aktivitas kebaikan. Semua itu patut untuk disyukuri karena tak semua seberuntung kita untuk dapat merasakan nikmat tersebut, apalagi sampai terlarut di dalamnya.
Mari, kembali perkuat doa – doa kita untuk saudara kita. Doa agar kita tetap disatukan dalam aktivitas kebaikan seperti yang ada sekarang ini. Doa agar kita semua dapat bertahan dalam kelelahan dan semua ujian yang menyapa. Doa agar kemudian kita kembali dipertemukan oleh Allah swt dalam kesempatan yang juga baik. Dan doa – doa lain yang dapat melangitkan cinta kita kepada Allah Swt.
Tak selamanya keadaan yang menetapi kita sekarang akan terus menjadi seperti adanya. Waktu berganti dan kelulusan studi pun akan dijelang. Namun ukhuwah tak akan pernah berganti. Nuansanya akan tetap sama. Desir hangatnya akan tetap seperti dulu. Karena Allah swt yang telah mempertemukan kita dalam kecintaan kepadaNya. Dan di mana pun kita berada selanjutnya, akan ada nikmat – nikmat ukhuwah lain yang akan kita terima tanpa memutus nikmat yang terdahulu. Satu yang penting, jangan lupa untuk membumikan hati dan membahasakan cinta kepada saudara –saudara kita.
Begitulah keindahan demi keindahan itu berjalan. Keindahan hidup bersama cinta hanya karena Allah. Masa – masa yang menjadi waktu perkenalan kita dengan dakwah dan segala hal yang luar biasa tentangnya. Semoga ukhuwah kita akan terus berkepanjangan sampai suatu saat terjelang kemenangan. Karena memang, setelah satu rindu tertunaikan, akan ada rindu lain yang meminta untuk dipenuhi....

 “Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim,
wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi”
(Jika ia tidak bersama mereka, 
ia tak akan bersama selain mereka.
Dan mereka bila tidak bersamanya,
akan bersama selain dia)

Jumat, 16 Agustus 2013

Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia



Hari Kemerdekaan ke-68 Republik Indonesia juga dirayakan mesin pencari Internet terbesar Google dengan memasang doodle berlambang Garuda.
Jika kita membuka google.com maka akan terpampang tulisan Google yang telah dimodifikasi dengan menempatkan gambar garuda sebagai pengganti huruf "o".
Gambar garuda berwarna keemasan itu bertumpu pada gambar pita dengan nuansa biru yang tersambung dengan huruf "e". Adapun huruf-hurufnya didominasi warna merah.
Jika kita klik pada doodle tersebut akan memunculkan hasil pencarian "Hari Kemerdekaan Indonesia" dan menampilkan 2,13 juta link dalam waktu 0,26 detik.
Pada 17 Agustus 1945, Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan RI. Pembacaan bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56 – Jakarta Pusat. 

Selasa, 06 Agustus 2013

Roby & family Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul fitri 1 Syawal 1434 H

Senja Merapat di Bahu Malam
Jingga nan bertuah terbenam
Sayup Takbir menenggelamkan kenangan
Di penghujung Kisah Ramadhan

Perjalanan Ini melelahkan
Lapar, hangus dan Nafsu disetiap tikungan
Kepada angin ku layarkan Do'a
Semoga ini jadi Bunga di Surga

Berikanlah Maafmu
Biar aku jadikan serupa kanvas
Hingga aku dapat melukis bahagia
DISANA sampai Tuntas

"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H
"Mohon Maaf Lahir & Bathin y.:)
" By_Roby Rendra Tribuana"

Jumat, 02 Agustus 2013

Untuk Kakak ku Murniati Lc

Sejak diturunkan, Al-Qur’an senantiasa menjadi rujukan utama umat Islam dalam mengarungi bahtera kehidupan. Di hati mereka, Al-Qur’an adalah cahaya penerang jalan hidup menuju ridla Allah. Kenyataan ini dibuktikan oleh antusiasme umat Islam untuk menghafalnya. Atau, minimal membaca dan merenungi maknanya setiap saat.
Rasulullah saw selalu mengajak para sahabat untuk menghafal Al-Qur’an agar hati mereka tidak kosong dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas beliau bersabda, “Orang yang tidak mempunyai hafalan Al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.”
Perhatian yang tinggi terhadap keistimewaan menghafal Al-Qur’an ditunjukkan saat Rasulullah menetapkan laki-laki muda sebagai ketua rombongan karena hafal beberapa surat dan surat Al-Baqarah, kemudian salah seorang yang terhormat di antara mereka berkata, “Demi Allah aku tidak mempelajari dan menghafal surat Al-Baqarah karena aku takut tidak dapat menjalankan isinya.”
Mendengar komentar itu Rasulullah saw bersabda, “Pelajarilah Al-Qur’an dan bacalah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang mempelajari Al-Qur’an dan membacanya adalah seperti tempat air penuh dengan minyak wangi misik, harumnya menyebar ke mana-mana. Dan barang siapa yang mempelajarinya kemudian ia tidur dan di dalam hatinya terdapat hafalan Al-Qur’an adalah seperti tempat air yang tertutup dan berisi minyak wangi misik.” (HR Tirmidzi)
Subhanallâh. Betapa kaya hati orang para penghafal Al-Qur’an. Betapa mulia mereka. Tubuh dan jiwa mereka senantiasa menebarkan bau surga bagi lingkungan sekitarnya. Pastilah bahwa mereka adalah orang-orang suci yang selalu dipelihara Allah. Pendek kata, penghafal Al-Qur’an senantiasa mendapatkan tempat terhormat di dunia maupun di akhirat kelak.
Hal itu selaras dengan sabda Rasulullah saw, “Penghafal Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al-Qur’an akan berkata, ‘Wahai Tuhanku pakaikanlah pakaian untuknya,’ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota karomah (kehormatan) Al-Qur’an kembali meminta, ‘Wahai Tuhanku tambahkanlah,’ Lalu orang itu dipakaikan jubah karomah. Kemudian Al-Qur’an memohon lagi, ‘Wahai Tuhanku, ridailah dia,’ Allah swt pun meridlaiya. Dan diperintahkan kepada orang itu, ‘Bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga). Allah swt menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan.” (HR Baihaqi)
Balasan Allah di akhirat bukan hanya bagi penghafal Al-Qur’an, namun juga bagi kedua orang tuanya, dan ia dapat memberikan sinarnya itu kepadanya dengan berkah Al-Qur’an.
Dari Buraidah, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al-Qur’an.” (HR Abu Daud)
Kedua orang tua itu mendapatkan kemuliaan karena mengarahkan anaknya untuk menghafal dan mempelajari Al-Qur’an sejak kecil. Mendidik anak agar mencintai Al-Qur’an berarti upaya mengantarkan mereka meraih gerbang kesuksesan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

tetap semangat y kak Murniati https://www.facebook.com/Putri.bamasri?ref=ts&fref=ts...:)

Kamis, 01 Agustus 2013

Do'a untuk Orang Tua yang Telah Meninggal



Ketika orang tua anda telah meninggal, maka tidak ada lagi yang bisa anda lakukan selain memanjatkan do’a untuk mereka. Dan memang tidak akan ada lagi yang diharapkan oleh orang tua yang telah meninggal keculai untaian kalimat do’a-do’a dari anaknya. Itu berarti mendo’akan orang tua yang telah meninggal merupakan keharusan bagi seorang anak yang selalu ingin berbakti kepada orang tuanya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa berbakti kepada orang tua menempati posisi yang tinggi didalam agama Islam. Hal itu ditunjukkan dengan perintah berbuat baik kepadanya mengikuti perintah beribadah hanya kepada Allah swt saja, seperti disebutkan didalam firman-Nya.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Artinya :
 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra : 23)

Berbuat baik kepada orang tua tidak hanya dilakukan ketika dia masih hidup akan tetapi juga setelah dia meninggal dunia. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As Sa'idi ia berkata,

"Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari bani Salamah datang kepada beliau.

Laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah masih ada ruang untuk aku berbuat baik kepada kedua orang tuaku setelah mereka meninggal?" beliau menjawab: "Ya.

Mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan wasiatnya, menyambung jalinan silaturahim mereka dan memuliakan teman mereka." Meskipun hadits ini lemah namun dalam hal ini bisa diamalkan.

Beberapa perbuatan baik yang bisa dilakukan terhadap orang tua yang telah meninggal dunia, diantaranya :

1. Mendoakan dan memohonkan ampunan baginya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah 'azza wajalla akan mengangkat derajat seorang hamba yang sholeh di surga, hamba itu kemudian berkata; 'Wahai Rabb, dari mana semua ini? ' maka Allah berfirman; 'Dari istighfar anakmu.'"

Diantara bentuk-bentuk doa dan permohonan ampunan tersebut adalah :

ROBBIGH FIRLI WA LIWALIDAYYA
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ

Artinya : 
“Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku.” (QS. Nuh : 28)

ROBBIRHAMHUMA KAMAA ROBBAYANI SHOGHIRO
وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Artinya :
“Dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al Isra : 24)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari dari Jubair bin Nufair ia mendengarnya berkata, saya mendengar Auf bin Malik berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do'a yang beliau ucapkan:

"ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA 'AAFIHI WA'FU 'ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI' MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARADI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A'IDZHU MIN 'ADZAABIL QABRI AU MIN 'ADZAABIN NAAR


"(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka)." Hingga saya berangan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.

2. Melaksanakan wasiatnya selama wasiat tersebut tidak memerintahkan kemaksiatan terhadap Allah swt dan tidak bertentangan dengan hukum syariat, sebagaimana firman Allah swt :

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Artinya :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqoroh : 180)

Imam Bukhori meriwayatkan dari Ibnu 'Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mendengar dan taat adalah haq (kewajiban) selama tidak diperintah berbuat maksiat. Apabila diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar dan taat".

3. Menghubungkan tali silaturahim orang tua anda yang telah meninggal serta berbuat baik kepada tema-teman dan kerabatnya.

Imam Muslim meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Sesungguhnya kebajikan yang utama ialah apabila seseorang melanjutkan hubungan (silaturrahim) dengan keluarga sahabat baik ayahnya."

Didalam hadits ini terdapat keutamaan menghubungkan silaturahim kawan-kawan ayah yang telah meninggal, berbuat baik dan memuliakan mereka.

4. Bersedekah atas namannya
Kaum muslimin telah bersepakat bahwa sedekah mengatasnamakan orang yang sudah meninggal maka hal itu akan sampai kepadanya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dari 'Aisyah bahwa ada seorang laki-laki berkata, kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam:

"Ibuku meninggal dunia dengan mendadak, dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bersedekah. Apakah dia akan memperoleh pahala jika aku bersedekah untuknya (atas namanya)?". Beliau menjawab: "Ya, benar".